Sabtu, 23 April 2011

Keluarga Guru

Foto kenangan saat Lebaran di Lawang sekitar tahun 1990
Dari kiri ke kanan: Anggun, Mbak Anita (almh), Bapak Suwondo Geni (alm), Ibu Syafiah Tur Rachmani, Mbak Diana, Mas Andi, Mas Anton 

Aku terlahir sebagai bungsu dari lima bersaudara pasangan Suwondo Geni (alm) dan Syafiah Tur Rachmani. Aku punya dua kakak lelaki dan dua kakak perempuan. Semua nama belakang anak-anak bapakku diambil dari nama tokoh wayang kulit. Yang pertama Anton Wibisono, ke dua Andi Wisanggeni, ke tiga Anita Anggraeni (almh) dan yang  ke empat Diana Mustokoweni.
Situbondo adalalah kota kelahiranku. Aku hadir di dunia ini 19 Agustus 1975. Aku dibesarkan di sebuah keluarga guru. Bapakku dulu adalah guru Bahasa Inggris di Situbondo. Hanya dua tahun aku tinggal di kota yang terkenal dengan singkong ragi (tape) itu. Setelah itu keluarga kami pindah ke Bangil. Bapak diangkat menjadi kepala sekolah di SMPN 1 Bangil setelah beberapa tahun menjadi guru.
Sebagai pendidik, bapakku begitu memperhatikan sekolah anak-anaknya. Terserah mau sekolah apa yang penting niat dan minat dari anak-anaknya. Sayang hanya Mbak Diana yang meneruskan kepandaian bapakku dalam bercas cis cus Bahasa Inggris. Lainnya pas-pasan termasuk aku.
Bapak baru keras terhdap anak-anaknya ketika aku atau kakak-kakaku melenceng dari ketentuan keluarga kami. Seperti aku yang malas belajar tentu di marahi. Beliau mau memberikan pengarahan belajar terutama Bahasa Inggris kalau anak-anaknya niat. Kalau nggak, ogah ah....
Kalau ibuku lebih banyak meluangkan waktunya di rumah untuk ngurus anak-anak dan semua yang berkaitan dengan rumah. Ibuku termasuk orang yang hebat, bisa membimbing dan membesarkan kelima anaknya dengan baik. Tak pernah dia mengeluh soal anak-anaknya. Tak pernah dia mengeluh meskipun perekonomian guru saat itu pas-pasan bahkan bisa dikatakan kurang.
Di Bangil kami tinggal selama lima tahun. Setelah itu bapak pindah ke Lawang, Malang. Kalau di kota Bangil aku hanya bisa menamatkan sekolah sampai TK, di Lawang aku bisa menuntut ilmu dari SD, SMP dan SMA. Kalau kuliah harus ke Malang. Banyak kenangan di kota Lawang. Dua puluh tahun aku hidup di kota dingin ini.

Rabu, 20 April 2011

Anggun Kok Seperti Ini...?

test



Ungkapan seperti itulah yang terucap dari orang yang baru pertamakali mengenal aku. Heran, terkejut dan kadang tak percaya.
"Loh, Anggun kok cowok, Anggun kok gak cantik?" dan sebagainya dan sebagainya. Walah!, aku dikira perempuan. Padahal aku lelaki tulen.
Masalah itu muncul setelah Anggun C Sasmi terkenal dengan "Mimpi"-nya. Kalau aku yang terkenal dulu, mungkin artis yang satu itu dikira cowok. Ha..ha..ha..
Tapi mau bagaimana lagi, namaku memang Anggun. Lengkapnya Anggun Angkawijaya. Aku tak memusingkan reaksi mereka seperti itu. Tapi aku marah dan kalau mau menghajar mulutnya jika mereka memanjangkan arti Anggun yang berarti anjing gundul atau anjing gunung.
Bagiku nama adalah anugerah. Doa dan harapan setiap orangtua. Aku tak pernah menanyakan kepada orangtuaku tentang pemilihan nama itu. Tapi setelah aku dewasa, Ibuku mengatakan, Bapak (alm) memilih nama tersebut karena terinspirasi oleh sastrawan Indonesia jaman dulu, Anggun Cik. Sedangkan Angkawijaya diambil dari nama tokoh dalam pewayangan Jawa. Raden Ongkowijoyo atau Jayamurcita atau Abimanyu. Karena di "Indonesiakan", namaku ditulis Angkawijaya.
Inilah aku, Anggun Angkawijaya. Anggun kok seperti ini ya..???